Active Mobility: Sebuah Perkenalan
Active Mobility atau dalam bahasa kita berarti Mobilitas Aktif, adalah sarana mobilitas yang lebih didasarkan pada aktivitas fisik manusia. Bentuk yang paling familiar dari Mobilitas Aktif adalah berjalan kaki, berlari, dan bersepeda. Adapun bentuk lainnya seperti papan luncur (skateboard), skuter (otoped), dan sepatu roda.
Untuk saat ini mobilitas aktif dapat mengacu pula pada sarana transportasi lain, baik dengan kendaraan non-BBM, kendaraan umum untuk meminimalisir kadar penggunaan kendaraan bermotor, maupun tanpa mengandalkan kendaraan sama sekali dalam aktivitas perjalanan.
Kenapa harus Active Mobility?
1. Masalah kemacetan lalu lintas perkotaan dan kerugian sumber daya
Di ibukota negara kita, Jakarta, lalu lintas bergerak dengan kecepatan rata-rata 13 km per jam selama jam sibuk, sementara di Manila, Filipina, kemacetan lalu lintas diperkirakan merugikan 3 miliar dollar dalam setahun karena menimbulkan kehilangan produktivitas, penyakit, biaya bahan bakar ekstra, dan biaya perawatan kendaraan.
Di negara adidaya seperti Amerika Serikat (AS), perjalanan lalu lintas di sana memiliki waktu rata-rata 38 jam per orang dalam setahun untuk terjebak dalam kemacetan, dan bahkan lebih banyak lagi di kota-kota AS yang padat seperti Washington D.C. dan Los Angeles.
Lambatnya lalu lintas di kota-kota se-dunia mengakibatkan adanya tambahan 2,9 miliar galon bahan bakar yang dikonsumsi, dan 25 miliar kilogram karbondioksida yang diproduksi secara tidak perlu.
2. Perlunya kota yang sehat dan layak huni
Banyak penelitian telah mengungkapkan bahwa negara-negara yang sangat bergantung pada mobil dan motor memiliki angka obesitas yang tinggi. Sebaliknya, tingkat obesitas terendah dapat ditemukan di negara-negara maju di Eropa, Amerika Utara dan Australia, di mana mobilitas aktif menjadi hal yang sudah biasa di negara-negara tersebut.
Ibukota Denmark, Kopenhagen, menempatkan penekanan yang lebih besar pada berjalan kaki dan bersepeda, pemerintah kota tersebut memiliki komitmen untuk menyediakan infrastruktur dan lingkungan yang baik bagi pejalan kaki dan pengendara sepeda. Hal tersebut memainkan peran penting untuk kualitas hidup Kopenhagen yang tinggi bagi penduduk dan pengunjung kota, menjadikan Kopenhagen dinobatkan sebagai kota paling layak huni pada tahun 2013 oleh majalah Monocle.
3. Citra kota internasional dan kemajuan pariwisata
Lingkungan perkotaan yang baik untuk pejalan kaki dan pesepeda untuk perjalanan sehari-hari akan menjadikan kota itu terkenal secara internasional, karena memiliki latar belakang kepedulian dan kesadaran yang lebih besar terhadap kualitas hidup, kesetaraan sosial, dan masalah lingkungan. Dalam sektor pariwisata menjadikan kota itu memiliki daya tarik tersendiri untuk dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara.
Kota-kota seperti Vancouver, Kanada, memiliki program Rencana Aksi Solusi Sehat; Melbourne, Australia, dengan program Kerangka Kerja Solusi Berkelanjutan; dan London, Inggris, dengan program Solusi Karbon. Semua kota tersebut telah menjadikan mobilitas aktif sebagai faktor kunci dalam keberhasilan program-programnya, yang juga berhasil mendongkrak jumlah wisatawan setiap tahunnya.
Bagaimana dengan Asia Tenggara?
Bukan hanya di negara-negara maju Eropa, Amerika Utara, dan Australia, kampanye mobilitas aktif juga giat diterapkan di negara tropis yang beriklim panas. Negara tetangga kita, Singapura, memiliki visi ingin menjadikan kotanya menjadi kota yang kurang-tergantung terhadap mobil, serta menjadikan berjalan kaki, bersepeda, dan menggunakan kendaraan umum sebagai gaya hidup. Bahkan hingga membangun sarana destinasi akhir seperti shower umum dan laundri drop-and-go.
Ibukota Malaysia, Kuala Lumpur, sudah berapa tahun belakangan ini menerapkan mobilitas aktif sebagai bagian dari strategi mobilitas perkotaannya, melalui penyediaan bikesharing dan pembangunan infrastruktur berjalan kaki yang koheren. Salah satu contohnya dengan membangun jembatan pedestrian sepanjang 1.173 km yang menghubungkan Bukit Bintang dengan Kuala Lumpur City Center (KLCC).
Kedua contoh di atas menjadi bukti bahwa di lingkungan tropis pun mobilitas aktif adalah hal yang feasible.
Lalu kapan dan bagaimana dengan Indonesia? segera!
Referensi: CLC Singapore and Urban Land Institute. 2014. Creating Healthy Places Through Active Mobility. dan Wikipedia (en) Active Mobility.